Daftar Isi
Fenomena Manusia Karung di Semarang
Fenomena manusia karung di Semarang mulai berdatangan di tengah pandemi COVID-19. Sekelompok manusia karung ini semakin banyak keberadaannya di Kota Semarang terutama di jalan protokol yang ramai. Jalan protokol tersebut seperti Jalan Pahlawan, Jalan S. Parman, Jalan Dr. Sutomo, dan kawasan Simpang Lima serta Tugu Muda. Mereka sering terlihat di tepi trotoar jalanan tersebut untuk mengambil barang bekas seperti botol plastik, kardus, dan barang bekas yang masih bernilai.
Simbol Karung
Keberadaan manusia karung di Semarang dapat dikenali dengan adanya sebuah karung yang dipanggul atau diletakkan di tepi jalan. Karung tersebut merupakan isyarat bahwa mereka tidak mempunyai pekerjaan lagi selain memulung barang bekas, rongsokan, atau sampah yang bisa dijual. Kondisi ekonomi yang sulit membuat mereka terpaksa harus turun ke jalanan demi sesuap nasi. Pikiran yang ada dalam diri mereka hanyalah mending terjun ke jalan cari apa saja yang bisa dijual daripada di rumah mati kelaparan. Ditambah lagi beberapa jalan dan gang di perumahan yang locked down sehingga melarang pemulung masuk. Hal tersebut tentu membuat mereka semakin larut demi memenuhi kebutuhannya.
Maraknya Manusia Karung
Maraknya fenomena manusia karung sering dijumpai di Kota Semarang terutama di sepanjang jalan yang ramai. Mereka ternyata adalah pemulung dan orang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Mereka mengais rejeki dengan cara memungut barang rongsok dan barang tak terpakai yang nantinya dijual ke pengepul rongsokan. Sebagian dari mereka mengaku bahwa sejak Pandemi Corona penghasilan mereka semakin berkurang dan diberhentikan dari pabrik. Sedangkan mereka yang asli bekerja sebagai pemulung mengaku bahwa kini penghasilan mereka turun drastis. Dulu barang yang mereka setor dihargai bervariasi mulai Rp. 2.000 – 4.000/kg , sekarang dihargai hanya Rp. 500 – 1.500/kg.
Namun demikian, mereka harus pandai menghemat keuangan mereka dan rela menahan lapar dan dahaga. Penghasilan dari penjualan barang bekas mereka semakin turun akibat wabah Corona. Mereka mengaku pasrah dengan keadaan penjualan yang turun drastis seperti ini. Akan tetapi, Bulan Ramadhan kali ini membawa berkah bagi mereka. Beberapa orang turut membantu mereka dengan memberi uang, beras, dan makanan siap saji terutama menjelang berbuka puasa.
Cerita Manusia Karung di Semarang
Yati (57) merupakan salah satu manusia karung di Semarang yang sedang istirahat di tepi jalan ditanyai oleh seorang warga. Warga tersebut menanyakan perihal kehidupan yang dialami Yati selama pandemi Corona. Yati menjawab bahwa dia kesulitan mendapatkan barang rongsok dan harganya pun turun drastis dari biasanya. Sehari penuh dia hanya mampu mengumpulkan 5 – 10 kilogram rongsokan. Itu pun jika ada warga yang baik hati memberinya rongsokan. Dirinya hanya bisa pasrah dengan keadaan yang tidak menentu di tengah pandemi Corona ini. Dirinya berharap semoga Pemerintah Kota Semarang dapat membantu rakyat kecil di tengah kondisi yang serba sulit ini.